Wawasan nasional
MAKALAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan, dsb) memerlukan
suatu perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu guna memelihara
keutuhan negaranya.
Suatu bangsa dalam
menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang
didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa,
ideologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial
masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman
sejarah.
Upaya pemerintah dan rakyat menyelenggarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri.
Kata wawasan berasal dari bahasa
Jawa yaitu wawas (mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan
dapat diartikan cara pandang atau cara melihat.
Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehingga wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia/rakyat
3. Lingkungan
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu wawasan nasional.
2. Apa yang dimaksud
teori-teori paham kekuasaan;
3. Apa yang dimaksud
teori-teori geopolitik;
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian
wawasan nasional;
2. Menjelaskan teori-teori
paham kekuasaan;
3. Menguraikan teori-teori
geopolitik;
1.4 MANFAAT
1. Pembaca mampu mengerti
tentang pengertian wawasan nasional.
2. Pembaca menjadi tau apa
saja teori-teori paham kekuasaan.
3. Pembaca menjadi tahu
tentang teori-teori geopolitik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Wawasan Nasional
Kebenaran tertinggi hanyalah yang berasal dari Causa
Prima, yakni kebenaran yang berasal dari Tuhan. Tuhan menciptakan manusia
sebagai makhluk yang sempurna dan sekaligus terbatas. Selain itu Tuhan
menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda-beda. Dengan perbedaan
kemampuan dan lingkunganya telah membuat cara pandang yang berbeda-beda pula.
Keberagaman dalam suatu Negara sangat membutuhkan perekat. Perekat itu adalah
berupa wawasan nasional.
Adapun wawasan nasional itu sendiri merupakan cara pandang suatu bangsa tentang
diri dan lingkungannya dalam ekstensinya berhadapan dengan lingkungan nasional,
regional serta global. Adapun unsure-unsur yang terkandung dalam wawasan
nasional suatu Negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya.
Paham kekuasaan dapat diterjemahkan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana
konsep operasional dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan, sedangkan
geopolitik adalah geografi politik suatu Negara mengenai potensi yang dimiliki
oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan kemampuan ketahanan nasionalnya.
Sementara untuk wawasan nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
Pada masa sekarang dengan tingkat teknologi yang semakin berkembang bahkan bisa
dibilang canggih, setiap orang yang memanfaatkan teknologi dapat dengan cepat
memperluas cakrawala pengetahuan demi menambah wawasanya tentang hampir setiap
hal yang ingin diketahuinya.
Semakin hari segala yang ada, semakin menipiskan ozon, dan akan menimbulkan
akibat yang akan merugikan. Jarak sepertinya tidak lagi menjadi halangan untuk
berkomunikasi, dulu yang berjalan kaki atau naik pedati kini berganti dengan
naik jet pribadi, dulu mendengar siaran radio kini internet, dulu sibuk
mengantri di loket untuk membeli tiket kini cukup pesan di penjualan online,
yang bisa di pesan lewat internet atau gadget yang kita punyai, dulu udara
sejuk kini menghangat.
Fenomena itu akan dirasakan terus sampai saat ini, setiap perkembangan yang
pada dasarnya berasal dari Negara maju kini dapat dinikmati oleh generasi
muda-tua bahkan anak-anak, namun hal yang perlu dicermati dalam bidang ini
adalah bangsa ini tetap tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sekalipun ada berita yang menyampaikan
prestasi generasi muda terkhusus di bidang olimpiade apapun dalam tingkatan
internasional tidak kalah dari Negara lainnya, namun hal ini tak kunjung pula
mengejar ketertinggalan kita di bidang iptek.
Akselerasi positif yang dinanti dari
perkembangan iptek, belum menuai hasil maksimal akan kemanfaatannya, untuk
bertamasya ke bulan saja ilmuan Indonesia belum sanggup, sementara Negara maju
terus dinikmati, bangsa Indonesia saat ini mungkin hanya bisa mendengar dan
menyaksikan lewat televise, dalam tataran praktis, mungkin menunggu
diterbitkanya buku-buku pengetahuan tentang kemajuan iptek tersebut, sementara
bangsa ini masih sibuk belajar membaca bahkan belum selesai, Negara lain telah
pula berencana mengorbitkan buku terbarunya ke Negara-negara tertinggal atau
biasa disebut dengan Negara berkembang.entah sampai kapan Negara ini terus
menghitung kecepatan yang dapat ditempuh untuk mengejar ketertinggalannya, atau
mungkinkah dijadikan pekerjaan rumah bagi generasi muda Indonesia saat ini.
Akreditasi terhadap nilai perguruan tinggi yang diharapkan menjadi tumpuan masa
depan bangsa dan Negara ini terkadang belum atau bahkan tidak disertai dengan
dasar yang kokoh sebagai prasyarat penerbit “generasi penerus bangsa”, tawuran
antar mahasiswa antar kampus masih banyak terjadi dan menjadi sorotan
tiap tahunnya, mirisnya lagi hampir tiap negarawan “kawakan” mampu dengan
mudahnya mengatakan Negara ini perlu generasi muda yang berwawasan luas untuk
meneruskan dan melestariakan hasil perjuangan para pendiri bangsa dengan
meningkatkan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
Senyatanya rasa cinta tanah air
kian hari kian terkikis, hasil budaya satu per satu kian hilang “dipinjam” oleh
Negara tetangga, pulau pulau yang sangat indah pun tak luput, warga Negara yang
merantau teraniaya dan dengan susahnya mencari tempat berlindung, jatuhnya
pesawat militer ataupun sipil yang memakan korban nyawa baik prajurit atau
korban sipil ini hanyalah beberapa indikasi yang mensyaratkan bahwa bangsa ini
mulai hilang rasa percaya diri akan karakter dan martabat bangsanya.
Dalam permainan pencaturan
politik ada yang mulai aneh di negeri ini dan mulai dibiasakan atau secara
halus dapat dikatakan sudah menjadi kebiasaan dikalangan elit politik, setiap
partai politik dalam masa muda pada waktu lalu bahkan sampai saat ini dan entah
kedepan, pengetahuan “matematika” dianggap sebagian besar kalangan terpelajar
sebagai satu momok yang sebisanya dihindari bahkan dengan harapan dihilangkan
saja pelajaran tentangnya, namun pemilu menjadi sorotan atau liputan yang
sangat diperhitungkan yang menarik bagi partai politik.
Dimulai dari hitungan
sederhana; berapakah target suara dan kursi yang dapat diperoleh dari
partai A, atau partai B, atau partai C!. Setelah duduk di kursi dewan; berapa
kenaikan gaji dan tunjangan yang bisa diharapkan oleh masing-masing anggota
dewan, dan berapakah santunan yang diberikan kepada partai pendukung, dan
berapakah yang bisa “ditabung”.
Sedangkan yang tak “bernasib”
untuk duduk di kursi dewan, maka stress dan bahkan bunuh diri adalah perkara
yang dianggap lumrah, akibat hitung-hitungan modal dan “bunga” yang akan di
dapat nantinya. Namun untuk yang berhasil hal ini akan berbanding terbalik
dengan “PR Matematika” yang seharunya dikerjakan oleh anggota dewan yang
harusnya menjadi jawaban bagi ujian mereka kepada para konstituennya, yakni;
berapa harga termurah untuk setiap kebutuhan pokok yang dapat dijangkau oleh
masing-masing konstituen mereka yang berlebel “rakyat miskin”, berapakah
cadangan sumber daya alam yang ada untuk seribu tahun mendatang, berapa banyak
pulaukah yang dapat dijadikan kawasan layak hunian bagi pentransmigrasian
masyarakat, berapakah batas maksimal harga air bersih, berapa harikah dapat
terlunaskan hutang-hutang Negara saat ini, berapa banyakkah oksigen-oksigen
yang hilang dari runtuhnya pepohonan dalam hutan yang seharusnya dapat
menyejukkan pernafasan, berapa lama lagikah lebel “rakyat miskin” berganti
dengan kemakmuran rakyat.
Kenyataan telah menunjukkan,
pola-pola kearifan budaya local yang didengungkan sebagai kekayaan bangsa kian
tersingkir, tereliminasi oleh pola budaya luar, hanya dijadikan objek
pariwisata yang semata bertujuan untuk meningkatkan devisa Negara. Wisatawan
Negara lain cenderung dating dan mengamati dan menyaksikan, bahkan menelitinya,
sementara bangsa kita sendiri cenderung mengikuti pola budaya mereka, seperti
orang awam bilang “dunia sudah terbalik”. Kekayaan alam baik sumber daya alam
maupun objek wisata alam digerus habis-habisan, budaya-budaya lokal
dipertontonkan untuk menyambut wisatawan, namun tak pernah terpikir untuk
melestariakannya dalam praktik ketatanegaraan.
Jika hendak disimpulkan, apakah
pancasila kini sudah tidak lagi dipakai dalam melaksanakan fungsinya untuk
memfilterisasi dan menegakkan kekokohan rumah tangga Negara. Atau hanya cukup
sekedar di pajang di kantor-kantor pemerintahan, atau di dinding-dinding
sekolahan yang akan dibersihkan jika sudah ada jarring-jaring laba-laba sampai
bersarang disitu atau sesempatnya saja. Keterbelengguan ini akan tetap saja
demikian bila tetap tidak diputuskan, bila sikap tidak mau tau menjadi pilihan
untuk satu prinsip hidup bahwa, “bila pedang keadilan tidak lagi terasah, bila
kedamaian terkesampingkan, bila kemerdekaan tidak lagi menjadi pilihan”.
Dengan bersikap acuh, maka sifat
individualis kian menjadi dan yang sangat mencolok yang perlu dicermati saat
ini adalah terletak pada sebagian atau pada tiap-tiap orang yang mulai mencari
versi kedamaianya sendiri, kedamaian pribadi, namun tanpa sadar telah terjajah
oleh keindividualisannya itu.
Banyak orang pintar yang ada di
negeri ini, namun sedikit yang menciptakan peluang, banyak orang yang pingin
mengabdi bagi negeri ini namun masih ada berapa banyakkah “patriot bangsa”
dalam tiap bidang pengabdian yang diperankanya dengan prinsip “patah tumbuh
hilang berganti”.
2.2 Teori-teori Paham
Kekuasaan
Terdapat banyak pandangan yang terwujud dalam suatu teori
dari banyak ahli mengenai bagaiman konsep operasional dapat diwujudkan untuk
memperoleh ataupun mempertahankan kekuasaan suatu Negara. Menurut Machiavelli,
kekuasaan suatu Negara dapat saja dicapai apabila dilakukan dengan menghalalkan
segala cara untuk merebutnya. Cara utama yang harus dilakukan adalah dengan
menerapkan politik pecah belah. Kemudian pihak yang kuat tentulah yang akan
tetap bertahan. Sementara bagi Napoleon Bonaparte, kekuasaan suatu Negara dapat
dicapai apabila didukung oleh militer yang kuat, logistik, dan ekonomi yang
kuat serta didukung pula dengan penguasaan dibidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan kalau menurut Clausewitz, satu-satunya cara untuk
memperoleh ataupun memperluas kekuasaan yakni dengan melakukan peperangan.
Sedangkan bagi Feurbach dan Hagel, kekuasaan suatu Negara dapat direbut
kalau didukung oleh surplus ekonomi Negara tersebut.
2.3 Teori-teori
Geopolitik
Banyak batasan dan pengertian yang diberikan pada
geopolitik. Dari berbagai definisi atau pengertian tersebut paling tidak
terdapat kandungan empat unsure yang terpadu dalam satu pengertian, yaitu:
1. Geografi;
2. Politik;
3. Hubungan antara geografi
dan politik;
4. Penggunaannya bagi
kepentingan Negara dan bangsa.
Ratzel mengemukakan bahwa
geopolitik merupakan kekuatan total suatu Negara untuk mewadahi pertumbuhan
kondisi dan kedudukan geografinya. Jadi secara sederhana geopolitik td bisa
didefinisikan sebagai, “ilmu yang mempelajari tentang potensi, yang dimiliki
oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan merupakan kekuatan serta
kemampuan untuk ketahanan nasional”.
Pengertian geopilitik secara
lebih nyata barulah dapat terlihat dari penerapannya, yang ternyata mempunyai
ruang lingkup yang luas sebagai lanjutan dari “geografi politik”. Sedangkan geografi
politik sendiri mengandung pengertian sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
antara kekuatan politik serta geografi dengan tuntutan perkembangan atau
pertumbuhan Negara. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa geopolitik
adalah penerapan geografi politik ke dalam praktik politik Negara.
Teori-teori geopolitik terus
berkembang sesuai dengan sejarah dan tingkat kemajuan manusia dan
bangsa-bangsa. Secara garis besar maka teori-teori itu dapat dirangkum dan di
kelompokkan ke dalam teori-teori dasa geopolitik yang meliputi:
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita dapat
menyimpulkan secara umum wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara atau
nasional, dalam pengertiannya yaitu cara pandang secara menyeluruh dalam
lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional. Unsur – unsur yang terkandung
dalam wawasan nusantara atau nasional suatu negara adalah terletak pada paham
kekuasaan dan geopolitiknya. Paham kekuasaan sebagai pemikiran mengenai sejauh
mana konsep operasional dapat diwujudkan dan dipertanggung jawabkan. Sedangkan untuk
geopolitiknya yaitu mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar
jati dirinya dan kemampuan ketahanan nasionalnya.
Wawasan Nusantara berfungsi dan mampu memberikan pedoman, arah dan tuntunan
bagi perjuangan untuk mencapai tujuan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, Muhamad. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Bandung: PT Rafika Aditam
Suryana, Achmad. 2004. Kemandirian Pangan Menuju
Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Jakarta:
Komentar
Posting Komentar