INDUSTRI
MASALAH LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN
INDUSTRI
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya
itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar
untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita
dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara
hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar
dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya
dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup
yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap
“survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga kini,
tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan
pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika,
menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat
relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika
tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan
lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an
teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu
negara, dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai
ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal
laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi
juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas
buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi
akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi
hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam
jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu,
teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis
pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya
wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia
akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran,
alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam
kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan,
dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC
(chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru
memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara
berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan
sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang
ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat
obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Bahkan
akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi
oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen
informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet
yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik
pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi
sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang
telah
dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang,
terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok
perdagangan.
KERACUNAN
BAHAN LOGAM/METALOID PADA INDUSTRIALISASI
Banyak pekerja yang dalam melakukan kegiatan pekerjaannya rentan
terhadap bahaya bahan beracun. Terutama para pekerja yang bersentuhan secara
langsung maupun tidak langsung dengan bahan beracun. Bahan beracun dalam
industri dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan, yaitu: (1) senyawa logam
dan metalloid, (2) bahan pelarut, (3) gas beracun, (4) bahan karsinogenik, (5)
pestisida.
Suatu bahan atau zat dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut
menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan keterangan sebagai berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk
obat, dapat dikatakan sebagai racun apabila menyebabkan efek yang tidak
seharusnya, misalnya pemakaian obat yang melebihi dosis yang diperbolehkan.
Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan
beracun, tetapi dapat dianggap bukan racun bila konsentrasi bahan tersebut di
dalam tubuh belum mencapai batas atas kemampuan manusia untuk mentoleransi.
Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut dengan indikasi obat yang
sesungguhnya dianggap sebagai kerja racun.
Bahan atau zat beracun pada umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia
beracun, yaitu bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan
pada manusia atau makhluk hidup lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama
yang berbentuk gas, masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan
kemudian beredar ke seluruh tubuh atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan
beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati,
paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi
dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek
kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat
melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi
Toksisitas
Untuk mengetahui apakah suatu bahan atau zat dapat dikategorikan
sebagai bahan yang beracun (toksik), maka perlu diketahui lebih dahulu kadar
toksisitasnya. Menurut Achadi Budi Cahyono dalam buku “Keselamatan Kerja Bahan
Kimia di Industri” (2004), toksisitas adalah ukuran relatif derajat racun
antara satu bahan kimia terhadap bahan kimia lainnya pada organism yang sama.
Sedangkan Depnaker (1988) menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan suatu
zat untuk menimbulkan kerusakan pada organism hidup.
Kadar
racun suatu zat danyatakan sebagai Lethal Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu
zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram berat badan, yang dapat
menyebabkan kematian pada 50% binatan percobaan dari suatu kelompok spesies
yang sama.
Selain
LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal Concentration-50), yaitu kadar atau
konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per meter kubik
udara (part per million/ppm), yang dapat menyebabkan 50% kematian pada binatang
percobaan dari suatu kelompok spesies setelah binatang percobaan tersebut
terpapar dalam waktu tertentu.
Efek
dan Proses Fisiologis
Efek toksik akut berkolerasi secara langsung dengan absorpsi zat
beracun. Sedangkan efek toksik kronis akan terjadi apabila zat beracun dalam
jumlah kecil diabsorpsi dalam waktu lama yang apabila terakumulasi akan
menyebabkan efek toksik yang baru.
Secara
fisiologis proses masuknya bahan beracun ke dalam tubuh manusia atau makhluk
hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu: (1) Inhalasi (pernapasan), (2)
Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh tersebut
pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu melalui peredaran darah secara sistemik.
Organ
tubuh yang terkena racun di antaranya adalah paru-paru, hati, susunan syaraf
pusat, sumsum tulang belakang, ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah.
Organ tubuh yang sangat penting tersebut akan dapat mengalami kerusakan dan
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika terkena racun.
Pertolongan
Korban
Apabila di suatu indutri terdapat pekerja yang menjadi korban
terkena bahan beracun, maka perlu segera dilakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K), yang secara garis besar sebagai berikut:
1. Apabila bahan beracun terhirup maka korban segera dibawa ke lingkungan yang berudara bersih.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
1. Apabila bahan beracun terhirup maka korban segera dibawa ke lingkungan yang berudara bersih.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
Dengan
lebih mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada di sekitarnya, diharapkan para
pekerja dapat terhindar dari bahaya keracunan bahan beracun tersebut. Dan
dengan mengetahui langkah pertolongan pertama pada kecelakaan diharapkan korban
yang terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari bahaya yang tidak
diinginkan.
KERACUNAN
BAHAN ORGANIS PADA INDUSTRIALISASI
Kemajuan industri selain membawa dampak positif seperti
meningkatnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya pemgangguran juga mempunyai
dampak negatif yang harus diperhatikan terutama menjadi ancaman potensial
terhadap lingkungan sekitarnya dan para pekerja di industri. Salah satu
industri tersebut adalah industri bahan-bahan organik yaitu metil
alkohol, etil alkohol dan diol.
Tenaga
kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting dari kegiatan industri,
disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga kerja harus dilindungi
dari bahaya-bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam kesehatannya.
Metil
alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan vernis dalam sintesa
bahan-bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan anti beku.
Pekerja-pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita keracunan
methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena menghirupnya,
meminumnya atau karena absorbsi kulit. Keracunan akut yang ringan
ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur,
Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan muntah,
serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama sekali baik
sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula gangguan
pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran
pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang diseabkan kegagalan pernafasan.
Keracunan kronis biasanya terjadi oleh karena menghirup metanol
keparu-paru secara terus menerus yang gejala-gejala utamanya adalah kabur
penglihatan yang lambat laun mengakibat kan kebutaan secara permanen.
Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang kerja adalah 200 ppm atau
260 mg permeterkubik udara.
Etanol
atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan permulaan untuk
sintesa bahan-bahan lain. Dan untuk membuat minuman keras. Dalam
pekerjaan-pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis bisa terjadi oleh
karena meminumnya, atau kadang-kadang oleh karena menghirup udara yang
mengandung bahan tersebut, Gejala-gejala pokok dari suatu keracunan etanol
adalah depresi susunan saraf sentral.Untunglah di Indonesia minum minuman keras
banyak dihindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers” di industri-industri
tidak ditemukan, NAB diudara ruang kerja adalah 1000 ppm atau 1900 mg
permeter kubik.
Keracunan-keracunan
oleh persenyawaan-persenyawaan tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang
sangat jarang, oleh karena makin panjang rantai makin rendah daya racunnya.
Simptomatologi , pengobatan, dan pencegahannya hampir sama seperti untuk
etanol.
Seperti
halnya etanol , persenyawaan persenyawaan yang tergolong diol
mengakibatkan depresi susunan saraf pusat dan kerusakan-kerusakan organ dalam
seperti ginjal, hati dan lain lain. Tanda terpenting keracunan adalah
anuria dan narcosis. Keracunan akut terjadi karena meminumnya, sedangkan
keracunan kronis disebabkan penghirupan udara yang mengandung bahan tersebut.
Pencegahan-pencegahan antara lain dengan memberikan tanda-tanda jelas kepada
tempat-tempat penyimpanan bahan tersebut.
Keracunan
toksikan tersebut diatas tidak akan terjadi manakala lingkungan kerja
tidak sampai melebihi Nilai Ambang Batas dan pemenuhan standart dilakukan
secara ketat.
MASYARAKAT
SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI
Kehidupan
masyarakat Desa Cangkringmalang telah mengalami perubahan semenjak adanya
lingkungan industri di desa ini. Adanya lingkungan industri di desa ini
menjadikan kehidupan masyarakatnya menjadi maju. Hal ini terlihat dari cara
bekerja masyarakat desa yang semula bekerja sebagai petani kini beralih pada
usaha bisnis dengan cara mendirikan berbagai macam sarana seperti pertokoan,
pasar swalayan, restoran, warung telekomunikasi, salon dan lainnya untuk
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan adanya berbagai sarana yang ada
di desa ini membuat gaya hidup masyarakatnya menjadi berperilaku konsumtif
dalam memenuhi kenutuhan hidupnya akan barang dan jasa.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2). Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang. Tujuannya adalah : 1) Untuk mengetahui perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2) Untuk mengetahui factor-faktor masyarakat Desa Cangkringmalang berperilaku konsumtif.
Penelitian ini menggunakan metode analisi model interaktif dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Cangkringmalang yang tinggal dekat dengan lingkungan industri.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2). Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang. Tujuannya adalah : 1) Untuk mengetahui perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2) Untuk mengetahui factor-faktor masyarakat Desa Cangkringmalang berperilaku konsumtif.
Penelitian ini menggunakan metode analisi model interaktif dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Cangkringmalang yang tinggal dekat dengan lingkungan industri.
ANALISIS
DAMPAK LINGKUNGAN
Sebuah pembangunan fisik yang dilakukan oleh sektor pemerintah
maupun sektor swasta harusnya benar-benar memperhatikan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) dari pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan bahwa
pembangunan terutama dalam sektor industri akan meningkatkan taraf hidup serta
kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
Dalam
bukunya Wahyu Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran”, perkembangan ekonomi menitikberatkan pada pembangunan sektor
industri. Disatu sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia
dengan meningkatnya pendapatan masyarakat atau daerah. Disisi lain, pembangunan
juga bisa berefek buruk terhadap lingkungan akibat pencemaran dari limbah
industri yang bisa menurunkan kesehatan masyarakat dan efek yang ditimbulkan
dari pembangunan terhadap lingkungan disekitarnya.
Dengan
ditingkatkannya sektor industri di Bangka Belitung nantinya diharapkan taraf
hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, disamping
tujuan-tujuan tersebut maka dengan munculnya berbagai industri serta
pembangunan berskala besar di Bangka Belitung ini perlu dipikirkan juga efek
sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid
wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes).
Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun
satu persatu sesuai proses yang ada di perusahaannya.
Sugiharto,
dalam buku “Dasar-Dasar Pengolahan Limbah” menyebutkan bahwa efek samping dari
limbah tersebut antara lain dapat berupa: pertama, membahayakan kesehatan
manusia karena dapat membawa suatu penyakit (sebagai vehicle), kedua, merugikan
segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun
tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat merusak atau membunuh kehidupan yang
ada di dalam air seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya
efek sampingnya adalah dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang.
Selama
ini bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak
kita sadari. Bangka Belitung contohnya, pembangunan dan industri yang dilakukan
sama sekali tidak layak dalam hal amdalnya. Banyak bangunan dan industri di
Bangka Belitung ini yang tidak tahu kemana limbah industri itu dibuang.
Sebenarnya, jika berbicara limbah maka bukan saja hanya dihasilkan oleh
industri namun juga ada limbah rumah tangga tapi mungkin bahaya yang
ditimbulkan tidak seriskan limbah industri.
Sadarkah
kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh
pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga akan berdampak pada kerusakan
lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi kehidupan manusia. Ketidaktahuan
kita akan informasi bahaya limbah itu menjadikan penyadaran itu tidak muncul.
Sebenarnya, tanpa disadari bahwa efek negatif yang kita rasakan dalam kehidupan
kita seperti tercemarnya air bersih dan timbulnya beberapa penyakit seperti
gatal-gatal, alergi dan iritasi itu disebabkan oleh pencemaran limbah yang
tidak kita sadari.
Berdasarkan
pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan
ditimbulkan oleh adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai
beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan
pembangunan tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu
juga dipertanyakan tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan
tersebut.
Sehingga
segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan bangunan pengolahan air
limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. Air limbah suatu
industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini hal tersebut
tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang penting. Padahal
sebenarnya sebuah industri dan pembangunan terutama sekali yang dipertanyakan
adalah tempat pembuangan limbahnya.
Apabila
peraturan yang ada ditaati oleh semua pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran
pastinya akan terbendung. Kenyataannya, sampai detik ini ada beberapa kasus
pembangunan yang dilakukan di Bangka Belitung terkait permasalahan amdalnya
tidak jelas. Ini merupakan sebuah bukti betapa tidak ada kepedulian yang muncul
karena dinilai belum menimbulkan efek dan dampak yang berarti bagi kehidupan
masyarakat.
Sangat
disayangkan bahwa tipikal masyarakat Bangka Belitung tidak jauh dari tipikal
masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran baru akan muncul ketika adanya
sebuah permasalahan. Artinya, tidak akan ada aksi sebelum ada reaksi. Tidak ada
tindakan sebelum merasakan akibatnya. Kesadaran masyarakat akan bahaya limbah
mungkin memang belum terlihat. Inilah yang menjadi penyebab acuhnya masyarakat,
selain belum ada efek yang terlihat secara signifikan juga ditambah dengan
keterbatasan masyarakat akan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh
pencemaran akibat limbah.
Satu
hal yang ditunggu oleh masyarakat Bangka Belitung, adanya upaya untuk membuat
tempat pengolahan limbah secara signifikan. Inovasi dan kreasi itu sebenarnya
sudah lebih dulu dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia. Namun belum
terlihat di Bangka Belitung. Diharapnya limbah yang tadinya merupakan buangan
dari sebuah industri atau pembangunan akan menghasilkan nilai positif yang bisa
digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ada banyak cara yang bisa ditiru dan
diadopsi untuk menangani persoalan limbah.
Lakukan
sebuah upaya untuk mencegah kekhawatiran dan kecemasan itu sebelum semuanya
menjadi terlambat. Jangan menunggu timbulnya permasalahan dulu baru melakukan
sebuah tindakan atau aksi. Namun mulailah melakukan pencegahan itu lebih awal
sebelum bahaya itu datang. Semoga dapat dipahami.***
PEMBANGUNAN
INDUSTRI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN HIDUP
Kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar
Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi
industri yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak
ada campur tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan
infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri
di daerah sepanjang JalanRaya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah
Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya
Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan
sebagai kawasan
industri
yang tidak mencemari lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan
Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga
kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang
tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala
sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam
industri yang jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi
industri
ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di
sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis
dan Sukmajaya).
Tujuan
dari penelitian ini yaitu:
(1)
untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang;
(2)
untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan
(3)
untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi
masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian;
Adapun
hipotesis kerja penelitian, adalah:
a.
pola persebaran industri sedang mengikuti pola tata ruang.
b.
terdapat hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosialekonomi
masyarakat pekerja industry yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.
Pada
penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat),
prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan
hubungan antara variabel bebas (lingkungan social masyarakat pekerja pabrik)
dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode
statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for
windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel
lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas
permukiman) terhadap industri sedangnya. Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Lokasi industri skala sedang di wilayah penelitian, terdapat di wilayah
Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug,
Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, Cisalak, dan Sukamaju dengan pola
keruang/spasial persebaran industrinya di sepanjang Jalan Raya Bogor mengikuti
pola penataan ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kodya Jakarta Timur
dan Kota Depok. Berdasarkan hasil perhitungan analysis tetangga terdekat
(nearness neighborhood analysis), adalah sebagai berikut:
a. pola
keruangan persebaran industrinya yang mengelompok (cluster pattern) dengan
nilai indeks skala T (0
–
0,7), terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar, Cilangkap, dan Cisalak;
b. pola
keruangan persebaran industrinya yang tidak merata/acak (random pattern) dengan
nilai indeks skala T (0,7 – 1,4), terdapat di wilayah Kelurahan Tugu,
Mekarsari, Sukamaju Baru, dan Jatijajar;
c. pola
keruangan persebaran industrinya yang merata (dispersed pattern/uniform) dengan
nilai indeks skala T (1,4 – 2,1491), terdapat di wilayah Kelurahan Susukan,
Ciracas, Pekayon, Curug dan Sukamaju.
2.
Tenaga kerja lokal yang terserap pada kegiatan industri berdasarkan pada
tingkat pendidikan, adalah sebagai berikut: tingkat pendidikan menengah
(SLTP/Sederajat dan SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat pendidikan rendah
(SD/Sederajat) dan tinggi (D3 dan SI), tingkat pendidikan sangat rendah atau
tidak sekolah mempunyai jumlah yang relatif sedikit 2,81% dari jumlah total
respoden pekerja industry.
3.
Hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat
pekerja industrinya yang menetap di wilayah penelitan, dirinci berdasarkan
variabel tingkat pendidikan, pendapatan (salary) dan kualitas permukiman,
dengan kondisi :
a) Wilayah
Kelurahan Susukan, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Jatijajar, Cilangkap, dan
Cisalak mempunyai nilai total skoring pembobotan lebih dari sama dengan 7, yang
berarti bahwa pada wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan variabel yang
kuat dan positif antara tipologi lingkungan industry dengan tipologi lingkungan
sosial masyarakat pekerja industrinya.
b) Pada
wilayah kelurahan lainnya, seperti Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru, dan
Sukamaju memiliki nilai total skoring pembobotan kurang dari 7, yang berarti
bahwa wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan yang agak kuat dan positif
antara tipologi lingkungan industri dengan lingkungan social masyarakat pekerja
industrinya.
Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian diatas, sebagai berikut :
Pembangunan
yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat
pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup
manusia.
Pencemaran lingkungan akan menyebabkan
menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk
hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam
memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat
mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan
hidup.
Kemauan
untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan
itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya
sebagai warga dunia.
Saran
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metode atau teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.
DAFTAR
PUSTAKA:
1. Tambunan
M.P.. Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap.http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=72691&lokasi=lokal
3.JauhariAhmad.
2010. Mewaspadai Toksisitas Bahan Beracun http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/02/11/mewaspadai-toksisitas-bahan-beracun/
4. Ratni
Naniek. Dampak Toksikan Bahan-Bahan Organik Terhadap Kesehatan Kerja.
5. Elly.
2006. Perilaku Konsumtif Masyarakat Desa Di Lingkungan Industri. http://student-research.umm.ac.id/index.php/department_of_sociology/article/view/7386
6. Christina
Merry. 2010. Analisis Dampak Lingkungan
Komentar
Posting Komentar